Senin, 29 Februari 2016

Puisiku Dusta

Aku, iblis pengkhianat
Ketika mulutku tersenyum dalam puja dan puji untukmu
Karena jemariku menulis tidak selaras dengan apa yang aku rasa
Lalu tanganku bertepuk ketika melihatmu menangis

Aku bentangkan sayap sayap hitam
Merangkulmu dalam kasih yang palsu
Yang diam diam kuhujamkan bujuk bujuk rayu
Hingga kau lena dalam buai dosa

Dusta yang kurangkai, kupelangikan
Agar kau ternina bobo
Lalu kau lupa pada pijakkan
Ketika kau membaca sebagian ephigramnya

Dan aku lalu tertawa puas
Kau terjebak dalam puisi puisi palsu yang kurangkai
Dalam kata kata yang kuberi gincu
Membuatmu tergugu dalam bisu


 

Puisi Batang usiaku bertambah

Dua puluh satu tahun sudah usiaku
Terlahir kedunia yang penuh tanda tanya dan misteri
Seonggok kisah penuh luka dan trauma telah kutorehkan dalam hidupku
Oh Tuhan
Bimbing hamba agar tak gelap mata dalam ujian yang Kau beri
Dua puluh enam tahun yang melelahkan
Hidup yang penuh trauma dan luka telah mengajarkanku bahwa hidup adalah perjuangan
Sesal takkan berguna
Hnaya asa yang harus terus berkobar
Meski sakitnya masih terus mengejar
Tapi perjuangan harus terus berlanjut
Karena hidup memang belum kelar


PUISI JANJI NANTI

Wahai anak cucu mahasiswa para insan mulia lagi bijaksana
Izinkan Saya bersilat lidah sepatah dua patah kata jangan marah
Dengar dengan seksama dan wajah penuh rupa

Nanti

Kalau jadi petani negeri
Nanti
Saya beri subsidi padi
Bibit unggul dari Australi
Putih bersih tak ada kepi
Sangat layak dikonsumsi

Nanti

Kalau jadi pedagang barang
Nanti
Saya kasih jutaan uang
Buat beli itu barang pakai baju jarang-jarang
Biar nasibmu tak malang

Nanti

Kalau kalian pedagang sayur, sate, cabe, tahu, tempe
Dari Sabang ke Merauke
Nanti
Saya beri lapak petak segi kotak
biar kelak tak berserak tartib datang bawa senapang tetap tenang
Pajak
Nanti tetap diatur ulang

Nanti
Kalau memang penduduk negeri percaya saya sampai mati
Biar saya ambil tahta tak tata negara hingga megah
Tiap kocek keluarga hidup mewah sejahtera
Aman adil makmur
Pilih Saya buat subur.

Eh biar subur

Nan… Nanti…
Pulang Nan… Ayo sayang…!
Istriku

Nama Pena: Daruhiko Ahmad
Judul Puisi : BARAT

Kuendap sepi lalu kurajut jadi dusta
mengalir tanpa ragu
iris sembilu rindu beku dalam lagu
Jeritnya menggema
Melabuhkan rasa
Timbulkan luka tancap di ujung sukma

Sekeping waktu meloncat keluar dari penjara hatiku
Ingin kutangkap
kan kujadikan rangkaian bunga rindu
Kuletakkan di atas telapak tanganmu

Tapi kau jatuhkan ke jurang kepedihan paling dalam

Terhenyak mata saksikan luka
Lidah hidup bisukan lara
Menyayat perih tak tersirat
Hingga darahnya pekat

Ingin kukatakan kau Bangsat
bahkan Keparat
Tapi kuingat
Kau ternyata lalat

Busukmu sungguh menyengat
Aku kecewa
Kau hanya memperalat

Sabtu, 27 Februari 2016

Puisi bersenandung

tuhan tak bersenandung lagi

bocah berumur lima
merengek minta senandung tuhan
tergantung lepas dalam udara
tengadah di bawah rembulan kemerahan
tergeletak di kolong kolong dunia
berserakan entah dimana

dia terperangah lihat tuhan
tersungkur dalam comberan
senandung tuhan lari lepas kendali
sembunyi di antara tumpukan jerami
buat bocah berumur lima
menjerit tangisan luka dalam
tersesat tak tau arah
minta tuhan bersenandung lirih

Jumat, 26 Februari 2016

PUISI GELISA

rasanya ingin kupecahkan otak
dan berhamburanlah dia
disela sela aortaku
rasanya ingin kuhempas tulang kering
dan berserakanlah mereka
dalam tubuh keringku
rasanya ingin kubuang sakit di hati
dan kugantung kamu
di depan jendela kamarku
aduh
telah kuhambur kuhempas kubuang
mereka semua tpi resah gelisah
terus gentayangi dunia senyapku
hingga gerimis gugur masuk
kolong kolong tulang rawanku
buat mereka berputar
dalam lingkaran gelisahku

puisi pilu

tersedak lagi aku
oleh guratan malam
buat aku pilu
sakit memang tapi tak apalah
ada secangkir sinar bintang
sebagai penawarnya

desah jantungku beri isarat
pada semangkuk embun pagi
katanya mentari sedang marah
maka begegaslah!
senja akan mencuri secangkir sinar bintang
biar aku terus diterjang pilu

Puisi Mayat di Malam Hari

Lentera hitam remangkan cahaya
ikuti langkah-langkah langit dalam gulita
Sendu nian nyanyian sunyi
topang tubuh setengah mati
tahan janji berhias duri
dalam semalam musnahkan mimpi

Adakah mata memandang?
Tatap insan berhias kafan
putih kan hilang baurkan darah
tanah merah rapatkan badan
Anumerta siap tancap dengan gagah
Adakah peduli datang?
Gerimis air mata tertahan di belakang
Mereka simak setengah sedan
Tak ada nyanyi pahlawan
cerca hina jadi makanan
Salahkah dunia?
Peta Tuhan bukan untuknya
bijaksana mimpi belaka
Wahai insan mulia
janganlah semena-mena